BENGKULU, caribengkulu.com – Di balik kemeriahan panggung, gemerlap lampu, dan riuhnya bazar di Festival Tabut, tersimpan sebuah jiwa yang sakral. Sembilan rangkaian ritual yang berlangsung dari 1 hingga 10 Muharram adalah inti dari perayaan ini, sebuah narasi agung untuk mengenang wafatnya cucu Nabi Muhammad SAW, Husein bin Ali, di Padang Karbala.
Bagi masyarakat Bengkulu, terutama Keluarga Kerukunan Tabot (KKT), memahami prosesi ini berarti memahami esensi Tabut itu sendiri. Tradisi yang dibawa oleh Syekh Burhanuddin (Imam Senggolo) sejak tahun 1685 ini lebih dari sekadar tontonan, melainkan sebuah tuntunan spiritual dan refleksi sejarah.
Saat Festival Tabut 2025 bersiap digelar di lokasi baru, Sport Center Pantai Panjang, mari kita selami kembali makna di setiap tahapannya.
1. Mengambik Tanah (Mengambil Tanah) - 1 Muharram
Ritual pembuka ini dilakukan pada malam 1 Muharram di dua lokasi keramat, Pantai Nala dan Tapak Paderi. Prosesi ini melambangkan asal-usul manusia yang diciptakan dari tanah dan akan kembali ke tanah. Tanah yang diambil kemudian dibungkus kain kafan putih dan menjadi bagian inti dari bangunan Tabut.
2. Duduk Penja - 4 & 5 Muharram
'Penja' adalah benda berbentuk telapak tangan manusia yang terbuat dari kuningan atau perak, simbol tangan Husein yang tercerai-berai. Pada tahap ini, Penja dicuci dengan air limau dan doa-doa, lalu disimpan di atas Tabot. Ini adalah proses penyucian dan penghormatan.
3. Menjara - 5 & 6 Muharram
'Menjara' berarti berkunjung atau bersilaturahmi. Pada malam hari, perwakilan dari satu kelompok Tabot akan mengunjungi kelompok Tabot lainnya. Tradisi ini seringkali diisi dengan adu ketangkasan memainkan musik dol, alat musik perkusi khas Bengkulu yang menjadi denyut nadi perayaan Tabut.
4. Meradai - 6 Muharram
Ini adalah prosesi mengumpulkan dana secara sukarela dari masyarakat. Jola, biasanya anak-anak, akan berkeliling membawa Tabot kecil sambil diiringi musik dol untuk menggalang partisipasi publik dalam menyukseskan upacara.
5. Arak Jari-Jari (Arak Penja) & Arak Sorban - 7 & 8 Muharram
Pada malam ke-7, Penja yang telah disucikan diarak keliling kampung. Ini adalah simbolisasi penemuan bagian tubuh Husein. Malam berikutnya, giliran 'Sorban' (serban putih) yang diarak, melambangkan penemuan kepala Husein. Arak-arakan ini menjadi tontonan yang paling ditunggu-tunggu masyarakat.
6. Gam (Masa Tenang) - Pagi 9 Muharram
'Gam' adalah hari berkabung. Pada hari ini, sejak pagi hingga prosesi Tabut Naik Pangkek, semua alunan musik dol dihentikan. Suasana menjadi hening, sebagai bentuk penghormatan dan perenungan mendalam atas tragedi Karbala.
7. Tabut Naik Pangkek (Naik Panggung) - Siang 9 Muharram
Ini adalah proses menyatukan atau merakit bagian-bagian Tabot menjadi satu bangunan utuh yang megah dan menjulang tinggi. Proses ini melambangkan penyatuan kembali bagian-bagian tubuh Husein sebelum dimakamkan.
8. Arak Gedang (Arak Besar) - Malam 10 Muharram
Menjelang puncak acara, Tabot-tabot yang sudah utuh diarak secara besar-besaran dari tempat pembuatannya menuju lapangan utama (pusat festival) untuk "bersanding" atau dipertemukan satu sama lain. Inilah malam paling meriah, di mana ribuan orang tumpah ruah ke jalan.
9. Tabut Tebuang - Pagi 10 Muharram
Inilah prosesi penutup. Semua Tabot diarak untuk terakhir kalinya menuju sebuah pemakaman yang disebut 'Karabela' (diasosiasikan dengan Karbala). Bangunan Tabot kemudian dilepas atau 'dibuang' sebagai simbol pemakaman Husein.
Memahami kesembilan tahapan ini membuat kita sadar bahwa Festival Tabut lebih dari sekadar pesta. Ia adalah sebuah epik spiritual yang terus hidup, diwariskan, dan menjadi identitas kebanggaan masyarakat Bengkulu.
0 Comments