Bengkulu, 15 Desember 2024 – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus menunjukkan pelemahan yang signifikan. Pada perdagangan Jumat (13/12/2024), rupiah dibuka melemah 0,16% ke posisi Rp15.945 per dolar AS, menyusul pelemahan pada hari sebelumnya sebesar 0,06%. Hingga akhir perdagangan Jumat, rupiah semakin melemah hingga mencapai Rp16.009 per dolar AS. Bahkan, per pagi ini (15/12/2024), nilai tukar rupiah telah menyentuh Rp16.032,45 per dolar AS (09.18 UTC).
Pelemahan ini dipicu oleh laporan inflasi AS yang menunjukkan kenaikan Indeks Harga Produsen (IHP) dan Indeks Harga Konsumen (IHK) di bulan November 2024. IHP AS tercatat naik 3% secara tahunan, melebihi ekspektasi pasar sebesar 2,6%. Kenaikan ini mencerminkan tekanan inflasi di sektor produsen yang lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya, yakni 2,6%.
Sementara itu, IHK AS tumbuh 2,7% secara tahunan, sedikit lebih tinggi dibandingkan Oktober lalu yang mencatat 2,6%. Secara bulanan, inflasi konsumen tercatat meningkat 0,3%, dibandingkan 0,2% pada bulan sebelumnya. Dampak laporan inflasi ini membuat pasar keuangan global bimbang terhadap kebijakan suku bunga The Federal Reserve (The Fed). Pelaku pasar memperkirakan bahwa penurunan suku bunga The Fed mungkin akan berjalan lebih lambat dari ekspektasi sebelumnya, yang berpotensi menambah tekanan pada mata uang negara berkembang, termasuk rupiah.
Menurut pengamat pasar uang Ariston Tjendra, kenaikan inflasi produsen AS menegaskan potensi bahwa suku bunga acuan AS akan sulit diturunkan tahun depan. Selain itu, indeks dolar AS (DXY) yang naik ke level 107,04 pada Jumat pagi turut menekan pergerakan mata uang lainnya.
"Pelemahan rupiah dapat berlanjut hingga mendekati Rp16.100 per dolar AS, dengan support di sekitar Rp15.900," ujar Ariston.
Selain faktor eksternal, kondisi domestik juga memberikan tekanan terhadap rupiah. Salah satunya adalah rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025 yang berpotensi meningkatkan inflasi domestik dan menurunkan daya beli masyarakat. Para ekonom mengingatkan bahwa kenaikan PPN dapat memberikan tekanan tambahan pada konsumsi rumah tangga, yang menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Di sisi lain, ketegangan geopolitik global, seperti konflik di Timur Tengah, menjaga posisi dolar AS tetap kuat sebagai aset safe haven. Hal ini menjadi tantangan tambahan bagi Bank Indonesia dalam menstabilkan nilai tukar rupiah di tengah dinamika ekonomi global yang tidak menentu.
Saat ini, pasar keuangan domestik juga menunjukkan tekanan. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Kamis (12/12/2024) melemah 70,51 poin atau 0,94% ke level 7.349. Investor masih mencermati perkembangan kebijakan moneter global dan dampaknya terhadap ekonomi domestik.
Meski demikian, pemerintah dan Bank Indonesia diharapkan dapat terus menjaga stabilitas ekonomi, termasuk melakukan intervensi jika diperlukan untuk mengurangi volatilitas nilai tukar dan memastikan ekonomi tetap bergerak positif.
Dengan pergerakan ini, perhatian pasar akan tertuju pada keputusan The Fed pekan depan serta kebijakan ekonomi domestik dalam merespons tantangan yang ada. Selain itu, para pelaku usaha diimbau untuk mempersiapkan strategi adaptif dalam menghadapi fluktuasi nilai tukar yang kemungkinan akan terus berlanjut dalam waktu dekat.
0 Comments