BENGKULU, Caribengkulu.com - Pertanyaan yang menggelitik terus bergaung di kalangan masyarakat Bengkulu: mengapa provinsi tetangga seperti Lampung dan Sumatera Selatan tidak pernah mengalami krisis BBM separah Bengkulu? Padahal, secara geografis dan sistem distribusi Pertamina, ketiga provinsi ini berada dalam satu regional yang sama.
Gubernur Bengkulu Helmi Hasan secara terang-terangan menyoroti ketimpangan ini dalam rapat koordinasi dengan Pertamina, Minggu (25/5/2025). "Provinsi tetangga seperti Lampung dan Sumsel tidak mengalami kelangkaan serupa. Ini menunjukkan ada yang tidak beres dalam sistem distribusi BBM untuk Bengkulu," tegasnya.
Faktanya, data Pertamina Regional Sumbagsel menunjukkan bahwa Lampung dan Sumatera Selatan memiliki akses distribusi BBM yang lebih stabil meskipun menggunakan sistem logistik yang sama. Kedua provinsi ini juga memiliki pelabuhan yang kondisinya tidak jauh berbeda dengan Pulau Baai sebelum mengalami pendangkalan.
Analisis mendalam menunjukkan beberapa faktor struktural yang membuat Bengkulu lebih rawan krisis BBM. Pertama, Bengkulu hanya memiliki satu pelabuhan utama yaitu Pulau Baai untuk distribusi BBM via laut. Ketika pelabuhan ini bermasalah, seluruh sistem distribusi langsung lumpuh.
Sebaliknya, Lampung memiliki beberapa pelabuhan alternatif seperti Panjang dan Bakauheni, sementara Sumatera Selatan memiliki Pelabuhan Boom Baru Palembang yang merupakan hub distribusi utama untuk wilayah Sumbagsel.
Faktor kedua adalah masalah kuota. Dari data internal Pertamina yang berhasil dihimpun, terungkap bahwa Bengkulu mendapat alokasi kuota BBM yang lebih rendah dibanding provinsi tetangga. Padahal, jika dilihat dari jumlah kendaraan bermotor yang terdaftar, rasio kebutuhan BBM Bengkulu tidak jauh berbeda dengan daerah lain.
"Hemat saya, penambahan kuota BBM itu bukan solusi yang tepat. Karena masalah utamanya bukan pada kuota, melainkan pada distribusi yang tersendat," kata Steven dari HPMPI, yang justru mempertanyakan transparansi sistem penentuan kuota oleh Pertamina.
Dugaan ketiga adalah faktor politik dan ekonomi. Lampung dan Sumsel merupakan provinsi dengan aktivitas ekonomi yang lebih besar dan memiliki bargaining power lebih kuat dalam negosiasi dengan Pertamina. Kedua provinsi ini juga memiliki kawasan industri yang membutuhkan pasokan BBM industrial dalam jumlah besar.
Dr. Anzori Tawakal, pakar ekonomi Universitas Dehasen, menilai ada aspek diskriminatif dalam kebijakan distribusi BBM nasional. "Daerah yang secara ekonomi kurang strategis seringkali mendapat prioritas rendah dalam distribusi komoditas vital seperti BBM," analisisnya.
Perbandingan data konsumsi BBM per kapita antara ketiga provinsi juga menunjukkan anomali. Bengkulu dengan populasi 2,1 juta jiwa mengonsumsi BBM per kapita yang tidak jauh berbeda dengan Lampung (9,3 juta jiwa) dan Sumsel (8,5 juta jiwa). Namun mengapa Bengkulu lebih sering mengalami kelangkaan?
Mantan Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, pernah membongkar masalah ini tiga tahun lalu. "Bagaimana kita membuka tabir, mengawal kuota BBM sampai kepada masyarakat yang berhak menerimanya. Berapa liter sebenarnya SPBU mengeluarkan dari seluruh pom bensin yang ada, jangan-jangan memang data ini tidak sinkron," terangnya.
Rohidin menduga ada kebocoran dalam sistem distribusi BBM di Bengkulu yang tidak terjadi di provinsi tetangga. Kemungkinan adanya aliran BBM subsidi ke pasar gelap atau ke luar daerah yang tidak terpantau dengan baik.
Fakta lain yang menarik adalah pola berulangnya krisis BBM di Bengkulu. Dalam tiga tahun terakhir, Bengkulu sudah mengalami krisis BBM setidaknya lima kali, sementara Lampung dan Sumsel hanya mengalami gangguan distribusi minor yang tidak sampai menimbulkan antrean panjang.
"Ini bukan kali pertama Bengkulu mengalami kelangkaan BBM. Artinya, ada pola yang seharusnya sudah bisa dipetakan dan dicegah," tegas Maulana Taslam dari PB HMI.
Sistem pengawasan distribusi BBM di Bengkulu juga dinilai lebih lemah dibanding provinsi tetangga. Lampung dan Sumsel memiliki sistem monitoring yang lebih ketat, termasuk penggunaan teknologi barcode yang lebih optimal untuk mencegah penyalahgunaan BBM subsidi.
Gubernur Helmi Hasan kini berencana mengirim surat resmi ke Menteri BUMN dan Direksi Pertamina untuk meminta kesetaraan perlakuan dengan provinsi tetangga. "Kita minta tambahan kuota dan juga transparansi dalam sistem distribusi. Jangan sampai Bengkulu terus menjadi korban diskriminasi," tegasnya.
Solusi jangka panjang yang diusulkan adalah pembangunan infrastruktur alternatif, termasuk pembangunan jaringan pipa bawah laut yang menghubungkan Bengkulu dengan hub distribusi di Palembang. Hal ini akan mengurangi ketergantungan pada satu jalur distribusi yang rawan gangguan.
Kasus ketimpangan ini menjadi pelajaran penting bahwa kebijakan energi nasional harus lebih adil dan tidak boleh diskriminatif terhadap daerah-daerah tertentu. Rakyat Bengkulu berhak mendapat akses energi yang sama dengan masyarakat di provinsi lain.
0 Comments