BENGKULU, CariBengkulu.com. Setiap tahun, umat Islam di seluruh dunia menyambut datangnya 12 Rabiul Awal dengan penuh suka cita. Tanggal ini diperingati sebagai hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, seorang utusan terakhir yang membawa risalah Islam dan menjadi teladan sempurna bagi seluruh umat manusia. Di Provinsi Bengkulu, peringatan ini bukan hanya ritual keagamaan, melainkan sebuah tradisi yang hidup dan dinamis, terjalin erat dengan kearifan lokal. Lebih dari sekadar perayaan, Maulid Nabi adalah momen emas untuk merefleksikan kembali sejarah, meneladani akhlak, dan memperkuat nilai-nilai positif di masyarakat.
Kisah di Balik Tanggal 12 Rabiul Awal: Titik Balik Peradaban
Sejarah mencatat, Nabi Muhammad SAW dilahirkan di Kota Mekah pada tahun yang dikenal sebagai Tahun Gajah atau sekitar tahun 570 Masehi. Nama "Tahun Gajah" merujuk pada peristiwa besar yang terjadi pada tahun tersebut, yaitu kegagalan pasukan bergajah yang dipimpin Abrahah untuk menghancurkan Ka'bah. Peristiwa ajaib ini diabadikan dalam Al-Qur'an Surat Al-Fil, seolah menjadi pertanda bahwa Allah SWT sedang mempersiapkan kelahiran seorang pemimpin agung yang akan mengubah peradaban.
Kelahiran Nabi Muhammad SAW terjadi di tengah masyarakat Arab yang dikenal sebagai Zaman Jahiliyah atau zaman kebodohan, di mana praktik-praktik tidak bermoral seperti perbudakan, penindasan terhadap perempuan, dan penyembahan berhala merajalela. Kehadiran beliau bagaikan oase di tengah gurun, membawa cahaya tauhid, akhlak mulia, dan ajaran keadilan yang akhirnya mengubah tatanan sosial dunia.
Namun, yang menarik, peringatan Maulid Nabi tidak pernah dilakukan secara seremonial pada masa hidup beliau, para sahabat, maupun generasi setelahnya. Tradisi ini baru muncul ratusan tahun kemudian, sebuah fakta yang sering menjadi bahan perdebatan. Sejarah mencatat bahwa perayaan ini pertama kali muncul pada era Dinasti Fatimiyah di Mesir, dan kemudian dipopulerkan secara masif oleh Sultan Salahuddin Al-Ayyubi di abad ke-12.
Sultan Salahuddin memiliki motivasi yang kuat: menyatukan umat Islam yang terpecah belah. Ia melihat Maulid sebagai media yang efektif untuk mengobarkan kembali semangat jihad dan persatuan. Dengan kata lain, perayaan Maulid awalnya adalah sebuah strategi kebangkitan umat, bukan sekadar perayaan spiritual. Inilah mengapa perayaan ini memiliki dimensi yang begitu kaya, dari politik, sosial, hingga budaya, dan menyebar ke seluruh penjuru dunia.
Maulid di Bengkulu: Kisah Tradisi Sarafal Anam
Di Indonesia, tradisi Maulid berakulturasi dengan budaya lokal, menciptakan sebuah mozaik yang sangat indah. Di Bengkulu, wujud cinta kepada Nabi diekspresikan melalui tradisi unik yang disebut Sarafal Anam.
Bagi masyarakat Bengkulu, terutama suku Lembak, Sarafal Anam bukanlah sekadar nama, melainkan sebuah seni. Berasal dari frasa Arab “Syarofal Anam” (kemuliaan manusia), tradisi ini berupa melantunkan syair-syair pujian kepada Nabi yang diiringi tabuhan rebana. Syair-syair ini berisi kisah perjalanan hidup Nabi, sifat-sifat mulianya, serta doa-doa yang dipanjatkan sebagai bentuk penghormatan dan kecintaan.
Tradisi ini seringkali menjadi inti dari perayaan Maulid di desa-desa, dipadukan dengan ritual adat lain seperti arak-arakan tumpeng nasi kunyit dan Jambar Uang—sebuah pohon hias yang dihiasi uang tunai yang kemudian dibagikan kepada masyarakat. Perpaduan ini menunjukkan betapa masyarakat Bengkulu menyatukan dimensi spiritual, sosial, dan budaya dalam satu perayaan yang utuh.
Melalui Sarafal Anam, nilai-nilai positif disebarkan dari generasi ke generasi. Anak-anak diajarkan tentang kejujuran dan keteladanan Nabi sejak dini. Masyarakat diajak untuk berkumpul, bergotong-royong, dan berbagi, memperkuat rasa persaudaraan. Maulid Nabi, dengan tradisi lokalnya, menjadi pengingat kolektif bahwa Islam adalah agama yang ramah dan dapat berdialog dengan budaya setempat.
Relevansi Maulid Masa Kini: Menjawab Tantangan Zaman
Di tengah era digital yang serba cepat dan penuh tantangan, hikmah Maulid Nabi tetap sangat relevan. Maulid mengajak kita untuk merenungkan kembali empat sifat utama Nabi yang sangat dibutuhkan saat ini:
Siddiq (Jujur dan Terpercaya): Di era disinformasi dan hoaks, sifat jujur Nabi adalah fondasi yang kokoh untuk membangun integritas pribadi dan kepercayaan publik.
Amanah (Dapat Dipercaya): Dalam kepemimpinan, baik di tingkat pemerintahan maupun keluarga, sifat amanah adalah kunci untuk menciptakan tatanan yang adil dan bertanggung jawab.
Tabligh (Menyampaikan Kebenaran): Sifat ini menginspirasi kita untuk tidak diam saat melihat ketidakadilan, tetapi berani menyuarakan kebenaran dengan cara yang santun dan bijaksana.
Fathonah (Cerdas dan Bijaksana): Sifat ini mengajarkan kita untuk tidak hanya mengandalkan emosi, tetapi juga menggunakan akal sehat dan kebijaksanaan dalam menghadapi setiap masalah.
Bahkan, pemerintah Indonesia memilih tema Maulid tahun ini yang sangat progresif: “Ekoteologi: Keteladanan Nabi Muhammad SAW untuk Kelestarian Bumi dan Negeri”. Tema ini menunjukkan bahwa ajaran Islam, yang mencakup kepedulian terhadap alam, sangat relevan untuk mengatasi krisis lingkungan global. Nabi Muhammad SAW dikenal sebagai sosok yang sangat mencintai alam, melarang pemborosan air, dan menganjurkan penghijauan.
Dengan demikian, peringatan Maulid Nabi di Bengkulu dan seluruh dunia bukanlah sekadar ritual tahunan. Ia adalah sebuah kesempatan untuk menginternalisasi nilai-nilai luhur dari sosok Nabi Muhammad SAW dan mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari menanamkan kejujuran, mempererat persaudaraan, hingga menjaga kelestarian lingkungan, setiap langkah positif yang kita ambil adalah cara paling otentik untuk merayakan kelahiran Sang Teladan.
0 Comments