29

Hujan Ringan

Sabtu, 06 September 2025 10:00

Kerugian Rp15 Miliar! HPMPI Sebut Krisis BBM Bengkulu Terparah dalam Sejarah
0 Likes
866 Views
Berita  Energi

Kerugian Rp15 Miliar! HPMPI Sebut Krisis BBM Bengkulu Terparah dalam Sejarah

BENGKULU- Angka kerugian yang mencengangkan terungkap dari krisis BBM yang melanda Bengkulu. Himpunan Pertashop Merah Putih Indonesia (HPMPI) mencatat kerugian kolektif mencapai Rp15 miliar yang diderita lebih dari 150 Pertashop di seluruh Provinsi Bengkulu akibat kelangkaan BBM yang sudah berlangsung hampir dua bulan.

"Pertashop harus menanggung biaya operasional harian tanpa adanya BBM yang bisa dijual. Ini kondisi yang sangat berat," ujar Ketua Umum DPP HPMPI, Steven, yang juga mengungkap bahwa ini merupakan krisis BBM terparah yang pernah dialami Bengkulu dalam sejarah.

Dampak ekonomi yang ditimbulkan tidak main-main. Dari data yang dihimpun HPMPI, suplai BBM Pertamax untuk seluruh jaringan Pertashop di Bengkulu seharusnya mencapai lebih dari 90 ton per minggu. Namun dalam beberapa pekan terakhir, mereka hanya menerima pasokan sebanyak 16 ton dari Fuel Terminal Pulau Baai - penurunan drastis hingga 82%.

"Keterlambatan distribusi membuat Pertashop mengalami kekosongan berhari-hari. Masyarakat pedesaan paling terdampak karena sangat bergantung pada BBM Pertashop," jelas Steven dalam pernyataan resminya.

Kondisi ini memaksa ribuan masyarakat pedesaan yang biasanya bergantung pada Pertashop untuk membeli BBM dengan harga jauh lebih mahal di pasar gelap. Di Kabupaten Seluma, harga BBM eceran mencapai Rp30.000 per liter, sementara di wilayah terpencil lainnya bahkan tembus Rp80.000 per liter.

Lebih dari sekadar angka kerugian, krisis ini menciptakan efek domino yang melumpuhkan ekonomi kerakyatan. Ratusan sopir ojek online, pedagang keliling, dan pelaku UMKM yang mengandalkan kendaraan bermotor untuk mencari nafkah terpaksa mengurangi aktivitas atau bahkan berhenti total.

Azhar, sopir angkutan kayu bakar di Kota Bengkulu, mengaku sudah tiga hari berturut-turut tidak bisa bekerja. "Sudah 3 mingguan BBM sulit ini, kadang sampai gak kerja 3 hari. Yang luar biasa tahun ini, tahun kemarin ada juga, tapi tidak separah ini," keluhnya.

Menurut Steven, akar masalah bukan hanya terletak pada pendangkalan Pelabuhan Pulau Baai, namun juga pada ketidaksiapan sistem distribusi alternatif. "Minimnya armada mobil tangki dan distribusi yang tidak menentu semakin memperparah kondisi di lapangan," tegasnya.

Sebagai solusi darurat, HPMPI telah mengajukan usulan kepada Pertamina Patra Niaga Regional Sumbagsel untuk menambah lima unit armada mobil tangki berkapasitas 16 kiloliter. Mereka juga mengusulkan perubahan sistem distribusi dari Depot Kertapati Palembang ke Lubuk Linggau yang dinilai lebih efisien.

"Pengiriman dari Lubuk Linggau dapat memangkas waktu dan biaya logistik. Ini solusi jangka pendek yang sangat rasional," jelas Steven.

Pakar ekonomi Universitas Dehasen, Dr. Anzori Tawakal, memperingatkan bahwa jika krisis ini berlanjut, dampaknya akan merembet ke seluruh sektor ekonomi Bengkulu. "BBM sudah termasuk kategori kebutuhan dasar. Jika permasalahan ini berlarut-larut, tentunya mengancam ekonomi Bengkulu secara keseluruhan," tegasnya.

Data BPS Bengkulu menunjukkan bahwa sektor transportasi dan logistik menyumbang sekitar 15?ri PDRB provinsi. Kelumpuhan sektor ini akan berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah yang memang sudah tergolong lambat dibanding provinsi lain di Sumatera.

Gubernur Bengkulu Helmi Hasan mengakui bahwa masalah BBM bukan sekadar soal teknis. "Ini bukan sekadar soal pendangkalan. Dulu waktu alur masih bagus pun, antrean tetap panjang. Jadi kita butuh solusi lebih menyeluruh," ungkapnya.

Pemerintah provinsi kini berencana mengirim surat resmi ke Menteri BUMN dan Direksi Pertamina untuk meminta tambahan kuota BBM, mengingat provinsi tetangga seperti Lampung dan Sumsel tidak mengalami kelangkaan serupa.

Krisis BBM Bengkulu menjadi ujian nyata bagi koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam menjamin ketersediaan energi. Tanpa penyelesaian komprehensif, bukan hanya Rp15 miliar yang akan hilang, namun masa depan ekonomi kerakyatan Bengkulu yang dipertaruhkan.

Label Postingan
Kategori Lainnya
Berita Lainnya
Sektor Lainnya
0 Comments