29

Hujan Ringan

Sabtu, 06 September 2025 10:00

Jejak Syekh Burhanuddin dan Para Zuriat: Menggali Akar Sejarah Tabot, Warisan Agung di Tanah Bengkulu
0 Likes
690 Views
Biografi  Budaya

Jejak Syekh Burhanuddin dan Para Zuriat: Menggali Akar Sejarah Tabot, Warisan Agung di Tanah Bengkulu

BENGKULU, caribengkulu.com – Jauh sebelum menjadi festival megah yang kita kenal hari ini, tradisi Tabot memiliki akar sejarah yang dalam dan perjalanan spiritual yang panjang di Bumi Rafflesia. Berdasarkan catatan sejarah dan keyakinan Kerukunan Keluarga Tabot (KKT), warisan budaya tak benda ini bukanlah sekadar tradisi yang muncul tiba-tiba, melainkan dibawa oleh para penyiar Islam sejak berabad-abad silam.

Salah satu versi sejarah yang dipegang teguh oleh KKT menyebutkan bahwa gelombang pertama pembawa tradisi ini tiba di Bandar Sungai Serut pada 5 Januari 1336 Masehi. Rombongan yang dipimpin oleh Imam Maulana Ichsad, seorang keturunan Ali Zainal Abidin bin Al Husain, datang dari Jazirah Arab melalui Punjab, membawa serta syiar Islam dan cikal bakal upacara Tabot.

Namun, tradisi ini baru benar-benar populer dan melembaga pada abad ke-17, berkat peran seorang tokoh kharismatik bernama Syekh Burhanuddin, yang lebih dikenal dengan gelar Imam Senggolo. Beliau, bersama pamannya Syah Bedan, yang merupakan generasi Zuriat (keturunan Nabi Muhammad SAW), mempopulerkan perayaan Tabot sebagai upacara untuk mengenang wafatnya sang cucu nabi, Husein bin Ali.

Imam Senggolo kemudian menikah dengan seorang wanita Bengkulu, dan dari garis keturunannya inilah lahir "Keluarga Tabot" yang hingga hari ini menjadi penjaga utama tradisi tersebut. Mereka secara turun-temurun bertanggung jawab atas pelaksanaan ritual sakral yang berlangsung selama sepuluh hari di awal bulan Muharram.

Asimilasi dengan Budaya Lokal dan Pengaruh Sipai

Sejarah juga mencatat peran para pekerja dan tentara (dikenal sebagai Sipai atau Sepoy) yang didatangkan oleh Inggris dari Madras dan Bengali, India, pada abad ke-17 dan ke-18 untuk membangun Benteng Marlborough. Mereka, yang mayoritas adalah penganut Islam Syiah, turut membawa dan menyemarakkan tradisi serupa yang disebut Takziyah, sebuah upacara berkabung untuk Imam Husein.

Perpaduan antara tradisi yang dibawa oleh para Zuriat awal dengan yang dibawa oleh kaum Sipai, serta asimilasinya dengan budaya Melayu Bengkulu, membentuk upacara Tabot menjadi seperti yang kita saksikan sekarang. Inilah yang menjelaskan mengapa beberapa doa atau mantera dalam ritual Tabot menggunakan bahasa Urdu-Punjab, sementara spiritnya tetap berpusat pada kisah Karbala.

Meskipun zaman berubah dan Tabot telah berkembang menjadi sebuah festival budaya besar yang didukung pemerintah, pemahaman akan akar sejarah ini menjadi sangat penting. Ia mengingatkan kita bahwa di balik kemeriahan dan gegap gempita, Tabot adalah sebuah warisan agung yang dijaga oleh darah dan doa para leluhur. Di pemakaman Karabela, tempat Imam Senggolo diyakini bersemayam, jejak sejarah itu tetap abadi, menjadi pengingat asal-usul dari mana tradisi kebanggaan Bengkulu ini bermula.

Label Postingan
Kategori Lainnya
Biografi Lainnya
Sektor Lainnya
0 Comments